Kamis, 06 Oktober 2011

Melawan Takdir Bagian II

“ Siapa ? “ Tanya Vian ketika Mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. “ Dewa, Yan aku boleh masuk ?“ Tanya Seseorang tersebut “ Masuk Saja Pintunya tidak di konci kok “ Jawab Vian Kembali Kemudian Dewa membuka pintu kamar Rumah Sakit tersebut. “ Kata Dokter kamu besok sudah bisa pulang Yan “ Ucap Dewa sambil mendekati sahabatnya itu. “ Tidak ada yang tau kan dengan penyakit ku ini? “ Tanya Vian Dewa hanya menghela nafas dan memandangi sahabatnya tersebut dalam-dalam, Vian terheran dengan sikap Dewa yang memandanginya dengan salah tingkah Vian Berkata “ Hei, Ada apa kamu memandangi ku seperti itu Wa, Aku cuma Nanya sama kamu tapi kenapa kamu memandangiku seperti itu ? “ “ Aku hanya tidak Mau kehilangan sahabat sepertimu Yan “ Ucap Dewa dengan mata berkaca-kaca, kemudian Vian menjawabnya dengan senyuman. “ itu sudah takdir yang diatas Wa, kita tidak bisa menolaknya, dan jika aku harus pergi, mungkin inilah yang terbaik untuk kita semua “ Ucapnya kembali. “ Kenapa kamu harus berbohong pada mereka, Yan sebagai sahabatmu aku mohon sekali kamu jujur ya sama orang tua mu, kalau kamu jujur mereka akan berusaha untuk mengobatimu “ Ucap Dewa sambil membujuk Sahabatnya itu. “ Nggak Wa, aku nggak mau merepotkan mereka karna mereka sudah banyak terbebani dengan masalah pribadi mereka “ “ Tapi itu sudah tanggung jawab mereka sebagai Orang tua Yan “ “ Tapi aku sudah yakin dengan keputusan ku, dan aku ingin melihat senyuman dari kalian yang ada di sekitar ku, sebelum aku pergi “ “ Yan Please jangan Ngomong seperti itu lagi, apa kamu Nggak sayang sama aku?, apa Kamu tega melihat aku menangis karna kamu meninggalkanku? “ Ucap Dewa sambil meneteskan air matanya Vian Hanya tertawa kecil ketika melihat Dewa menangis “ Kenapa kamu ketawa ? Apa ada yang lucu “ Tanya Dewa ketika melihat Vian tersenyum padanya “ Kamu lucu Wa, Udah Besar kok masih cengeng, malu tuh sama anak TK “ Ejek Vian “ Biarin “ Pungkas Dewa Kembali *** Hari ini Vian Pulang dari Rumah Sakit, karena Kondisinya sudah mulai membaik, walaupun Kanker yang di deritanya belum juga sembuh. “ Gimana yan, apa kamu sudah siap “ Tanya Mamanya “ Udah Ma, Aku sudah tidak Sabar pengen lihat rumah kita, dan aku juga nggak sabar pengen sekolah lagi “ Jawab Vian sambil berdiri dari tempat tidurnya. Lalu mereka beranjak dari kamar Rumah Sakit tersebut. Namun Vian terheran, dia merasa ada yang kurang tapi dia tidak tau apa itu, hingga akhirnya dia bertanya pada Sang Mama. “ Ma, Dewa kemana sih ? dia udah janjikan mau menjemputku di rumah sakit, tapi sampai sekarang kenapa belum datang juga “ Tanya Vian pada Mamanya “ Iya ya, Mama juga Nggak tau Yan, katanya tadi Waktu Mama telpon dia udah berangakat tapi kenapa sampai sekarang dia belum sampai disini ya “ Jawab Tante Sofie dengan heran “ Pokoknya aku nggak mau pulang kalau Dewa Nggak ada “ Pungkas Vian kecewa “ Baiklah Kita tunggu Dewa disini “ Ucap Mama Vian sambil membawa Vian menuju Kursi penunggu Pasien. “ Ya Sudah kamu duduk dulu “ Ucap Mamanya. ===== 1 Jam Kemudian ==== “ Ma, Dewa Mana sih, kok dari tadi Nggak Nongol-nongol juga “ ucap Vian Sambil memencet-mencet tomboh Handphonenya karna dari tadi Dewa tidak ada kabar, dan ketika Vian menelponnya Dewa tidak menjawab panggilan Vian “ Iya ya, Apa kamu sudah menghubunginya ? siapa tau dia sudah nunggu kita di rumah “ ucap Mamanya “ Sudah Ma, tapi Dewa tidak mengangkat telponnya, tadi aku juga Udah nelpon Papa, tapi kata papa Dewa Nggak ada di rumah “ jawab Vian semakin resah. “ Aduhh Dewa kamu kemana sih, “ Ucap tante Sofie. “ Wa, kamu kemana ? katanya kamu mau jemput aku, tapi kenapa sampai sekarang kamu belum datang juga ? “ ucap Vian Dalam hati “ Ya sudah Yan, sepertinya Dewa tidak akan datang, mungkin dia ada keperluan lain yang mungkin itu penting baginya. Akhirnya Vian Dan Mamanya pulang kerumah tanpa Dewa, tapi kemana Dewa? Kenapa Dewa Ingkar janji pada Vian sahabat yang paling dia Cintai, walaupun Vian Tak pernah tau perasaannya. *** ==== 5 Bulan Kemudian ==== “ Aku dimana ? “ Ucapnya “ Kamu Ada dirumah Sakit “ Jawab seseorang yang ada disebelah Pria itu. “ Di rumah Sakit ? “ Tanya Pemuda itu terheran “ Ia, kamu ada di rumah sakit, “ Jawabnya lagi “ Aku harus pergi, Aku ada janji “ ucapnya lagi sambil berusaha duduk. “ Kamu punya janji apa ? “ Tanya Pria separuh baya yang ada disebelahnya tadi, “ Aku punya janji pada seseorang yang paling berharga dalam hidupku, aku sudah janji untuk menjemputnya dari rumah sakit,” sambil berusaha untuk bangun dari temapt tidur tapi dia tidak mampu untuk duduk, “ Aku Kenapa ?, kenapa Aku tidak bisa untuk bangun ?” Tanya nya kembali “ Kamu kecelakaan Lima Bulan yang lalu dan tidak ada satupun yang mengenalimu”Jelas Pria itu dengan Panjang Lebar. “ Apa? jadi aku sudah lima bulan berada disini “ Tanya Dewa kaget “ Ia , Siapa namamu anak Muda “ Tanya Pria itu. “ Nama Saya Dewa Pak, Kalau saya boleh tau ada apa dengan tubuh saya kenapa saya tidak bisa bangun“ Tanya Dewa heran ketika seluruh badanya tidak bisa digerakkan. “ Kata Dokter kamu lumpuh, “ Jawaban yang singkat namun begitu menghancurkan perasaan Dewa. Dewa hanya bisa terbaring disebelah Pria separuh baya yang sama – sama dirawat dalam satu kamar. *** ==== Beberapa Hari Kemudian ==== Kedua Orang itu telah menjadi sahabat, Mereka adalah Pasien yang termasuk menderita penyakit yang parah, Dewa hanya bisa tidur di kasurnya, karna ia mengalami kelumpuhan, sementara teman satu ruangannya tersebut diperbolehkan duduk selama satu jam setiap harinya untuk membantu mengeringkan Cairan dari paru-parunya. Tempat Tidurnya berada tepat di sebelah jendela yang ada di ruangan itu. Sementara Dewa Hanya bisa tertelentang Pasrah di sisi lain Ruangan. Mereka bercerita berjam-jam tanpa henti. Tentang Istri Bapak itu, Pekerjaan, rumah dan kemana mereka pergi berlibur. Dan setiap sore ketika Pria separuh baya itu di perbolehkan duduk, dia akan menghabiskan Waktu dengan menceritakan kepada Dewa semua hal yang dapat dia Lihat di luar jendela. Dewa merasa hidup selama periode satu jam itu, Pada saat itu dunianya akan terasa luas dan dimeriahkan oleh berbagai Aktivitas dan Warna-warni dunia di luar. Dari jendela itu dapat terlihat sebuah taman dengan danau yang indah, Bebek dan Angsa berenag sementara anak-anak bermain dengan Perahu mainan mereka. Sepasang kekasih berjalan bergandengan tangan, Bunga-bunga yang berwarna warni serupa pelangi. Pohon tua tumbuh anggun di halaman, dan di kejauhan terlihat pemandangan indah dari gedung-gedung perkotaan. Pria itu menjelaskannya secara Detil dan Dewa akan menutup matanya dan membayangkan pemandangan indah tersebut. Pada sebuah sore yang indah, Pria di sebelah jendela Menceritakan Sebuah Parade yang sedang melintas kepada Dewa. Walaupun Dewa Tidak dapat mendengar suaranya dia dapat melihat dalam bayangan apa yang di ceritakan oleh pria di sisi jendela tersebut. Hari-hari berganti dan Minggu-minggu berlalu. Pada suatu Pagi, ketika suster datang membawakan air untuk Mandi, dan Suster tersebut menemukan Pria separuh baya itu meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Dewa dan Suster sangat Sedih, Suster itu memanggil pegawai untuk membawa jenazahnya. Setelah Beberapa Saat Dewa meminta apakah dia bisa pindah ke samping Jendela. Suster menyetujui permintaan Dewa tersebut. Akhirnya Dewa Akan bisa melihat Pemandangan Indah Dengan Mata kepalanya sendiri, Dewa mencoba melongok dengan hati-hati keluar jendela itu, Namun apa yang di dapatkan oleh Dewa, teryata Jendela itu menghadap kesebuah Tembok kosong. Dewa bertanya kira-kira apa yang membuat Almarhum teman sekamarnya itu menceritakan semua hal yang indah diluar jendela itu. Lalu Suster itu menjawab “ Bekas Teman Kamu Buta Wa, Dan dia bahkan tidak bisa melihat tembok diluar, mungkin dia hanya ingin Menyemangatimu” kata Suster tersebut. Bersambung… “ Terdapat kegembiraan yang besar ketika membuat orang lain bahagia, terlepas dari apapun situasi kita. Berbagi kesedihan adalah setengah dari duka, tapi berbagi kebahagiaan berarti melipat gandakannya. Jika Kamu ingin merasakan kaya, hitunglah semua hal-hal milik kamu yang tidak bisa di beli dengan uang.” Saya Zulfha Wasallam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar